njfamily.com |
Dalam suatu workshop bahasa Inggris di Surabaya beberapa waktu lalu, sang pembicara mengungkapkan bahwa anak yang diajarkan beberapa bahasa yang berbeda akan mampu berpikir lebih cepat, meningkatkan kreatifitas dan multi tasking, juga dapat memperlambat kepikunan. Wah, siapa yang tak ingin manfaat tersebut juga dimiliki oleh anak-anak kita?
Yuk bersiap untuk ajarkan anak-anak multibahasa… bukan
untuk dibangga-banggakan atau disombongkan ya! tapi karena memang ada banyak
manfaat yang akan diperoleh sang anak nantinya. Lalu kapan dan bagaimana mengajarkannya?
Kapan
mengajarkan multibahasa pada anak?
Berdasarkan teori multilingual, anak-anak sudah dapat
diajarkan multibahasa sejak dini. Di usia anak-anaklah masa keemasan otak untuk
menyerap berbagai informasi. Dalam mempelajari
bahasa, otak akan terbentuk bagian
masing-masing. Bahasa itu ada yang untuk memahami, ada yang untuk mengujarkan
secara lisan. Anak-anak kadang memahami bahasa yang didengar tanpa mengerti
kosa katanya secara utuh. Mereka mengerti dulu, dan nanti seiring perkembangan
usianya mereka akan mulai bicara.
Saya sendiri mulai mengenalkan bahasa ketika Biby masih dalam kandungan. Saya mengajaknya ngobrol, bernyanyi, dan membacakan cerita. Sekarang saya berkomunikasi dengannya memakai bahasa Jawa, bahasa Indonesia, dan bahasa Inggris. Ini mungkin karena saya lulusan sastra Inggris ya, jadi wajarlah jika saya ingin Biby mahir berbahasa Inggris sejak kecil. Kadang-kadang saya juga mengajaknya berinteraksi dengan bahasa Arab.
Sedangkan di lingkungan keluarga suami, lebih seringnya
menggunakan bahasa Indonesia dan sedikit bahasa India. Untuk sebutan anggota keluarga misalnya, Biby sudah terbiasa
memanggil dadi’ untuk nenek, dada’ untuk kakek, aji untuk paman, mothi mamu
untuk pakde, mothi mami untuk bude, bhu bhu untuk kakak perempuan dan
beberapa kosa kata lain.
Bagaimana cara mengajarkan multibahasa pada anak?
Lakukan senatural mungkin. Prosesnya sama seperti saat mempelajari bahasa ibu. Tak perlu mengajarkan kosa kata, tata bahasa, dan sebagainya. Ini juga cara yang dipakai orang tua dulu ketika mengajarkan bahasa kepada anaknya. Bicara mengalir saja secara natural. Yang perlu diingat adalah gunakan bahasa yang sudah kita kuasai saat berbicara dengan anak. Namun hindari memakai bahasa yang dicampur-campur. Ketika kita memakai dua bahasa dalam satu kalimat, dikhawatirkan anak akan mengalami kebingungan. Dan yang tak kalah penting adalah lakukan dengan kasih sayang dan konsisten.
Jangan
lupakan bahasa ibu
Saat ini banyak dijumpai orang tua yang lebih mengutamakan pembelajaran bahasa negara asing daripada bahasa ibunya. Salah seorang kerabat memasukkan anaknya ke sekolah internasional yang bahasa pengantarnya adalah bahasa Inggris. Di rumahpun ia berkomunikasi dengan bahasa Inggris. Yang jadi masalah adalah ketika berkumpul dengan keluarga besar, ia cenderung diam dan tidak bisa berbaur dengan anggota keluarga yang lain. Bahasa menjadi kendalanya. Anak tersebut tidak bisa berkomunikasi dengan bahasa Indonesia, bahasa tanah airnya.
Saya sendiri sering menjumpai anak-anak yang lahir dari
keluarga suku Jawa tapi tidak nyambung saat saya ajak bicara dengan bahasa
Jawa. Yang lebih ironis lagi, beberapa dari mereka ada yang berpikir bahwa kalau
berbicara dengan bahasa daerah akan dianggap tidak gaul atau ndeso. Sehingga ketika menjadi orang tua,
mereka tidak merasa perlu mengenalkan bahasa daerahnya kepada anak-anak. Padahal
mengenalkan bahasa ibu juga sangatlah penting untuk kekayaan linguistik anak dan menjaga identitas
etnis sebagai warisan budaya.
Wow si biby bakal kaya bahasa nih ya mbak...
ReplyDeleteAda indonesia, jawa, inggris, bahkan india..sip keren...
Tfs y mak..:D
amiin ... semoga membawa kebaikan untuknya nanti. doakan mbak, ini juga masih proses. Thanks ya udah mampir
Delete