Monday, 25 May 2015

Hadiah Terbaik Saat Agustusan


Hamil dan menjadi seorang ibu adalah hal terbaik yang pernah terjadi pada diri saya. 2 bulan setelah pernikahan, saya positif hamil. Saat itu suami masih bekerja di Malang. Kami bertemu hanya di setiap akhir pekan. Kehamilan pertama tanpa suami mendampingi di sisi tentu tidaklah mudah.

Dari sekian banyak perubahan yang terjadi pada masa kehamilan, perubahan psikologislah yang paling mengganggu saya. Perasaan ingin diperlakukan spesial oleh suami kadang muncul bertubi-tubi. Betapa nikmat ada yang memijit kaki di malam hari. Betapa menyenangkan ada yang mengantar dan menjemput ketika bekerja. Betapa bahagia bisa melihat si calon bayi bergerak-gerak lucu di layar monitor USG bersama suami. Ah, keinginan-keinginan ini sempat menyiksa saya.

Setiap kali periksa ke dokter kandungan, hati saya menangis sedih. Saya cemburu dengan istri-istri lain yang sedang mengantri ditemani suami tercinta. Diantara mereka memandang iba, seolah bertanya “kemana suamimu mbak?” Diam-diam air mata saya mengalir.

Suami memang tidak bisa selalu mendampingi saya. Sedih sudah pasti. Namun gerakan dan tendangan si janin di perut menjadi hiburan tersendiri bagi saya. Ada teman kecil yang setia menemani. Ia yang menjadi penyemangat dan sumber kekuatan hingga kini.

Bayi saya diprediksi akan lahir tanggal 11 Agustus 2012. Namun tuhanlah yang maha berkehendak. Dokter mengatakan kehamilan saya sudah 40 minggu dan bobot janin sudah mencapai 3,8 kilo. Jika sampai tanggal 18 Agustus 2012 belum juga lahir, kemungkinan janin akan semakin membesar dan ruang pinggul semakin sesak. Resikonya adalah saya tidak bisa melahirkan secara normal.

16 Agustus 2012
Pukul 12.00 siang

Perut mulai terasa mulas-mulas. Keluar lendir sangat kental bercampur bercak darah. Saya meringkuk di tempat tidur, berharap bisa mengurangi rasa sakit. Hingga saat itu saya masih berpuasa Ramadhan. Saya menghubungi suami agar bisa segera bersiap pulang.

Pukul 24.00 tengah malam

Sudah 12 jam mengalami kontraksi terus menerus. Mata saya tak bisa terpejam sama sekali. Saya jadi serba salah. Berbaring sakit. Berjalan-jalan sakit. Duduk juga terasa sakit. Rasa nyeri di bagian bawah perut semakin menjadi-jadi. Saya ditemani suami dan ibu bergegas menuju bidan terdekat. Masih pembukaan 3. Diperkirakan akan lahir waktu shubuh nanti.

Pukul 06.00

Ketuban sudah pecah. Bercak darah semakin banyak. Saya benar-benar lelah. Keringat membasahi tubuh. Saya baca semua ayat-ayat suci yang saya hafal. Bayi yang besar mengharuskan saya berusaha lebih ekstra. Tak cukup hanya dengan sekali atau dua kali dorongan. Tak peduli sesakit apapun, asal bayi saya lahir selamat. Inilah alasan mengapa tuhan menjamin surga bagi perempuan yang meninggal saat melahirkan.

Pukul 07.20

Suara tangis bayi melengking. Alhamdulillah…
Terdengar suara kelegaan dari luar kamar persalinan.

Putih kemerahan, montok menggemaskan. Matanya terpejam dengan bibir mungil. Seorang bayi perempuan!

Tepat di hari kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 2012, saya mendapatkan label baru sebagai seorang IBU. Hari disaat saya menerima anugerah paling berharga dari tuhan. Sosok mungil inilah yang kemudian menjadi sumber segala kebahagiaan saya. Ia yang mampu mengubah amarah menjadi cinta. Ia yang mampu membuat saya tertawa disaat hati terluka. 

Sampai disini, saya tak bisa mengerti mengapa ada perempuan yang membuang bayi mereka? Sementara perempuan lain mencoba berbagai cara bertahun-tahun lamanya agar bisa hamil dan memiliki anak?

3 comments:

  1. Waahhhh.,.pas 17 agustus...
    Btw seumuran sm anak daku mbk, 2012 jg,,:)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya mbk, jadi mudah mengingatnya. Soale kami suka lupa tanggal2 penting ;)
      Anaknya lahir bulan apa mbk?

      Delete
  2. kayak keponakan saya. Lahir di bulan Agustus juga. Tahunnya saya lupa. 2012 atau 2013 :D

    ReplyDelete